Lombok Tengah, mediame.id – Proses penanganan kasus dugaan korupsi dana Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Tunas Harapan Pengenjek di Lombok Tengah (Loteng) menghadapi kritik dari peguru anti-korupsi. Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah dinilai belum transparan dalam mengungkap perkembangan penyelidikan, padahal laporan kasus yang melibatkan oknum anggota DPRD Loteng, Syaipul Muslim, telah masuk sejak Oktober 2024.
Kepala Kejari Lombok Tengah, Intan Sirait, mengakui bahwa penyelidikan kasus ini masih dalam tahap awal. Ia menyebut kendala utama terletak pada kompleksitas data dan alur anggaran yang bersumber dari pusat.
“Masih LID (langkah investigasi dasar). Datanya sistemik dan melibatkan lintas wilayah, sehingga perlu upaya ekstra untuk melacak alokasi dana hingga ke level daerah,” jelas Sirait saat dikonfirmasi, Rabu malam (23/04/2025).
Senada dengan hal itu, Kasi Pidsus Kejari Loteng, Bratha Hariputra menegaskan bahwa timnya masih berproses mengumpulkan data.
“Betul seperti yang disampaikan Ibu Kajari. Semua data terdigitalisasi dan terpusat, sehingga perlu waktu untuk memverifikasi secara detail,” ujarnya.
Ia menambahkan, koordinasi dengan instansi pusat masih dilakukan untuk melacak alur dana dan data peserta didik PKBM.
Di sisi lain, Direktur NTB Corruption Watch (NCW), Faturrahman Lord mempertanyakan kelambanan Kejaksaan. Menurutnya, laporan yang dilayangkan sejak tujuh bulan lalu telah dilengkapi dengan bukti kuat dari sejumlah LSM setempat.
“Sudah ada dokumen pendukung seperti laporan keuangan tidak wajar dan indikasi mark-up anggaran. Ini seharusnya mempercepat proses, bukan malah tertunda,” tegas Lord.
Lord menilai Kejari Loteng kurang serius menangani kasus ini, terutama karena tersangka yang diduga terlibat adalah pejabat publik.
“Jika tidak ada progres dalam waktu dekat, kami akan eskalasi laporan ke Kejaksaan Agung. Masyarakat berhak tahu kebenaran kasus ini,” tegasnya.
PKBM Tunas Harapan Pengenjek diduga menyelewengkan dana bantuan pendidikan sebesar Rp 1,2 miliar pada 2019-2024. Laporan yang masuk menyebut dana tersebut tidak sesuai dengan realisasi kegiatan, termasuk indikasi peserta fiktif.
Publik menanti kejelasan langkah hukum Kejari Loteng, mengingat kasus ini menyangkut anggaran pendidikan yang vital bagi masyarakat. Transparansi dan kecepatan penanganan diharapkan mencegah hilangnya bukti dan rasa keadilan.
“Kami akan melaporkan ke Kejagung jika kasus ini tidak ditangani serius,” ancam Lord. (ME.red)*